Kamis, 07 April 2011

Senja di warung Bakmi Jogja [dan akulah wanita beruntung itu]

Entah apa judul pembicaraan kami waktu itu, di satu sore, diwarung bakmi jogja sepulang mengikuti pelatihan dari kantor.

“Ih.. tur, kalau hubby ku marah serem lho” celetuk temanku tiba-tiba tentang suaminya. Teman ku yang pintar ini mmg sangat gemar menggunakan istilah-istilah asing.

“ah masak.. ur hubby [ikutan sok English] kan baik banget, ga kebayang pernah marah, kan keliatannya lebih galak dirimu” candaku waktu itu, tapi sungguh selama aku mengenal suaminya tak pernah lepas senyum dan keramahan di wajahnya.

“Ih.. aku takut kl hubby dah ngamuk, kl hubby mu gitu juga ga ?”

“gitu juga gimana?” sambil terus menyuap mie ke mulutku aku belum terbiasa dengan rasanya syaraf lidah ku sedang mencari kecocokan rasa, hmmm... sepertinya aku menambahkan terlalu banyak sambel, rasa pedasnya membuat aku agak kalap ingin segera menghabiskannya

“kalau marah serem juga ga atau hubby mu gimana kalau marah?” tanyanya sambil terus memandang penasaran ke arahku

“hmm… serem ??? serem yang gimana maksudnya ?” sambil menahan pedas yang makin mengigit di lidah ku coba menatap serius ke arahnya, walau pedas ini lebih serius dari tatapanku.

“yaelaah… serem ya misalnya nyentak, melotot atau nge-gebrak meja kayak kayak gitu deh” kali ini dia terlihat gemes dengan aku yang lola (loading lama)

“aduh..aduh.. serem amat, ooo… hmmm… “ terkejut kejut aku mendengar gambarannya, dan tanpa sadar kepala ku menengadah, bola mataku berputar-putar seperti putaran kursor pertanda loading, keningku sedikit mengkerut seolah mencoba menarik semua ingatan dari bertahun-tahun lalu dibelakang sana (empat tahun lalu dari kejadian sore itu saat pernikahan kami dimulai)

“yaelaaa… lama amat loadingnya… keburu tutup nih warungnya” hahaha.. dia semakin gemes, dan langsung berpaling menyeruput ronde jahenya.

“hmmm… kapan ya Ayah pernah marah, yang ada juga aku yang suka marah hehehe...” gumam ku sambil terus saja menengadah dan setelah membongkar semua file di memory ku [searching mode on] dan hasilnya “no result”

“aku blm pernah liat ayah marah, jadi aku ga tau kalau dia marah kayak apa” jawabku akhirnya sambil terus memisahkan serpihan bawang goreng (ranjau yang aku tak ingin dia meledak di mulutku) yang tak habis-habisnya mengambang lelah di kuah bakmi ku.

“uhuukk.. uhuukk..uhuuk.. “ bola ronde jahe hampir saja melompat keluar dari mulutnya

“gak pernah marah? masak?” tanyanya tak percaya sambil terus menatap mataku, seolah mencari kejujuran disana dan dia pun menyerah [dia tau aku mengatakan yang sebenar-benarnya]. Merasa tak enak bila harus meneruskan cerita tentang bagaimana kalau suaminya marah. Klik! kami ganti channel memilih membicarakan hal yang lain saja. Itu jauh lebih baik :)

Aku bisa melihat ketakjuban, keheranan dan sesaput rasa yang tak bisa kudefinisikan dimatanya, atau malah dia mengganggap itu sebuah keanehan, gak normal, mustahil. Whatever, yang pasti seketika aku merasa menjadi perempuan yang paling beruntung, ada semacam sungai mengalir pelan membawa kesejukkan ke seluruh sel tubuhku memberi energi baru, aku seperti HP yang baru saja di charge [full] dan hati ku menari nari tralala trilili

Ah… dyna, “maka nikmat Tuhan mu yang manakah yang kau dustakan?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar