Jumat, 08 April 2011

Pangeran Ayah, namanya

“bunda…nanti aku mau nikahnya sama pangeran ah, boleh kan ?” ucapan itu begitu tiba-tiba tanpa prolog sambil merebahkan kepalanya di pangkuanku.

“boleh dong sayang… memangnya pangeran ade kayak apa sih, bunda boleh tau ga namanya?” tak tahan menahan lucu aku masih terkaget kaget dengan kalimat yang begitu to the point dari buah hatiku yang baru berumur 5 tahun ini.

“namanya pangeran ayah” jawabnya lugas tanpa ragu dan malu, matanya yang bulat jenaka menengadah memandang ke arahku.

“pangeran ayah ? siapa itu?” tanyaku merasa lucu, rasa rasanya seumur – umur menggandrungi dongeng belum pernah dengar nama pangeran itu.

“iihh bundaaa.. pangerannya itu yang kayak ayah kita itu” jawabnya sambil menunjuk foto keluarga kami.

Aku sedang asik merapihkan bon-bon segala macam belanjaan yang menyesaki dompetku, seketika terkesiap mendengar jawaban ajaib dari mulut mungil peri kecil ku ini. Jari-jari gemuknya yang lucu terus membolak balik buku cerita pengantar tidurnya, walau sebenarnya dia belum bisa membaca. Tapi seringnya dia meminta dibacakan cerita sebelum tidur membuatnya seolah telah menghafal seluruh isinya.

“Kenapa harus pangeran ayah, sayang?” setelah aku membutuhkan beberapa detik untuk mencerna kalimat ajaib itu, akhirnya pertanyaan itu berhasil kulontarkan. Ku elus lembut rambut ikal tipisnya yang kemerahan (ah sayang betapa aku sangat mencintaimu).

“ayah ga pernah marah” jawabnya ringan nyaris tanpa pertimbangan, dia begitu yakin dengan jawabannya.

Seketika memerah wajah ku, merasa malu sampai ke hati, malu aku pada jiwa yang manis ini, karena masih sering terlepas marah ku padanya. Kini aku mengerti sekalipun anak kecil dianggap tak mengerti apa-apa, nyatanya dia telah memahami lebih banyak dari yang ku duga. Benarlah anak kecil belum bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk, tapi dia bisa merasakan mana yang baik dan mana yang buruk, dan fitrah telah menuntunnya untuk menyukai kebaikan.

Ah cinta… andai kau bisa mendengar impian buah hati yang sangat kau cintai ini, pastilah seketika bersayap hatimu melayang. Dari satu kelebihan mu (ga pernah marah) saja dia sudah begitu jatuh hati, aku pun yakin jauh di alam bawah sadarnya dia telah merasakan begitu banyak kebaikan mu, dan kemudian diwakilkan dengan sepenggal kalimat itu. Bukankah lidah anak kecil, adalah lidah yang paling jujur? karena lidahnya berucap dengan hati yang murni, tidak dengan logika rumit hitungan untung rugi.

Pastilah hatimu telah sampai ke hatinya, pasti kalian telah membuat janji disana, janji bahwa kau akan selalu menyayanginya, janji bahwa dia akan selalu mengidolakanmu, tanpa pernah kalian ucapkan janji itu. Karena aku pernah merasakan hal yang sama, begitulah dulu cara kita berjanji. Kupandangi lagi wajah bulat berbibir mungil menggemaskan itu, ingin sekali aku menciuminya, tapi matanya mulai mengerjap ngerjap lelah menahan kantuk, sepertinya kesadarannya sebentar lagi akan tinggal landas. Ku belai terus rambut pirang jagungnya.

Dan hatiku bergumam, seolah gumaman itu semacam pesan singkat yang sedang ku kirimkan pada hatimu. “Cinta… kami telah mencintai laki-laki yang sama, dan kami tak salah. Cinta itu adalah kau”

“Drrrrrrtttt…. dddrrrttt…. dddrrrttttt..” uugghhm… suara apa ini, mencoba mengumpulkan kesadaran, o… alarm. Sambil memaksa mengangkat kelopak mata yang rekat dan berat, jari ku sigap membantu menghalau kabut dengan mengucek ngucek mataku.

“hhmmm.. jam emmmpat…” gumam ku sambil menggeliat, ah.. mimpi ternyata. Sejenak terdiam sambil menerawang langit langit kamar. Dialog itu terasa begitu nyata, senyata dirimu yang perlahan ikut terjaga di sisiku. Walau sedih karena semua hanya sebatas mimpi, tapi aku yakin, kelak bila kita telah dikaruniai malaikat kecil nan lucu itu, dia pun insya Allah akan mengidolakan mu, persis peri kecil yang hadir dalam mimpi ku tadi, karena apa yang dikatakan peri kecil dalam mimpi ku itu aku adalah dirimu.


Dalam perjalanan ke kantor….

“ayah tau ga pangeran yang akan di idolakan anak kita nanti?” tanya ku dengan sedikit berteriak, maklum berkomunikasi di atas dua roda harus kuat-kuatan sama angin, kl tidak maka semua kata mu yang sudah panjang lebar akan dibawanya terbang bertebaran tak jelas terbawa keluar angkasa atau mungkin tersesat di berita kawat Wikileaks.

“pangeran apa nda ?” balas suami ku ikut berteriak

“pangeran ayah” kata ku sedikit pelan, seolah ingin merasakan lagi sensasi mimpi tadi.

“hah ?? apa ?? pangeran payah ??” tanya suami ku heran

“hahahahaha….iya pangeran payah, payah banget ga bisa dengerrrr” aku tertawa lepas…oh bahagianya, terima kasih ya Allah walau hanya dalam mimpi, sempurna.

“apa sih nda ?” tanyanya lagi penasaran

“ntar aja deh kl dah nyampe kantor” aku masih tertawa dan terus merasa bahagia…

3 komentar:

  1. Semoga kita tidak jemu untuk selalu memanjatkan do’a kepada-Nya. Allah tidak mungkin membiarkan hamba-Nya yang menengadahkan tangan kepada-Nya, lalu dia pulang dengan tangan hampa.[semoga sebentar lagi ya teh..amin ^^]

    BalasHapus
  2. disana ada pangeran ayah
    disini ada punggung tak berwajah (meni seremnya)

    impian yang sama sama terbang kelangit
    menuju pemilik semua mimpi

    suatu hari nanti
    nyata pasti

    BalasHapus
  3. @aneu : Amiin Allahumma Aamiin..makasih doanya neng Aneu solihah. Ya, Allah selalu tau kapan waktu terbaik menjawab setiap doa, tak pernah salah.

    @ceu Yance : yup! bener say.

    mimpi ibarat pertemuan awal, isyarat bahwa dia ada, sedang menunggu kita di suatu tempat di suatu masa, meminta kita menjemputnya...

    btw kapan kita diskusikan buku "bianglala 3 warna" :D

    BalasHapus